The Boy in the Striped Pajamas (Original title: The Boy in the Striped Pyjamas) Pict from JuzzyThinks |
“Childhood is measured out by sounds and smells and sights, before the dark hour of reason grows” -John Betjeman-
Setelah membahas tentang donor
darah apheresis, donor
darah biasa (whole blood), dan golongan
darah rhesus pada posting-posting sebelumnya, kali ini saya akan membahas
topik lain, supaya blog saya ini tidak dikira blog milik PMI, hehehehe :P.
Karena hari ini adalah weekend dan banyak orang memerlukan refreshing,
saya akan membahas tentang film. Apakah kalian penyuka film bergenre perang?
Saya sendiri kurang bisa menikmati adegan-adegan perang dimana para tentara
saling tembak-menembak dan terluka. Jika kalian seperti saya, mungkin film ini
bisa menjadi alternatif yang menyenangkan saat kalian ingin menonton film
bergenre perang: The boy in the striped pajamas.
(Note: maaf ya, post ini tidak bisa dibaca lebih lanjut karena terkena block pada beberapa browser, contohnya pada Opera Mini for BlackBerry. Kemungkinan karena saya beberapa kali menyebut kata holoc**st pada posting ini :P)
(Note: maaf ya, post ini tidak bisa dibaca lebih lanjut karena terkena block pada beberapa browser, contohnya pada Opera Mini for BlackBerry. Kemungkinan karena saya beberapa kali menyebut kata holoc**st pada posting ini :P)
Bruno Pict from EntertainmentWallpaper |
Film yang bersetting perang dunia ke-2 ini bercerita tentang
Bruno, seorang anak laki-laki polos berumur 8 tahun yang tinggal di Berlin
bersama dengan ayah (Ralf), ibu (Elsa), dan kakak perempuannya (Gretel).
Ayahnya yang seorang komandan Schutzstaffel (SS) mendapat
kenaikan pangkat dan mengharuskannya untuk pindah ke luar kota.
Menyelinap pergi Pict from Cinemapolis |
Didorong oleh rasa bosan karena tidak memiliki teman bermain
dan tidak bisa keluar dari kawasan rumahnya yang baru, Bruno yang menyukai
petualangan diam-diam menyelinap keluar dari rumahnya. Tanpa sengaja, ia
menemukan sebuah kamp konsentrasi pada era perang dunia ke-2 Jerman dan bertemu
dengan seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya, Shmuel. Bruno berpikir bahwa
Shmuel dan orang-orang lain yang berada di balik pagar bertegangan listrik itu
aneh, karena mereka semua menggunakan piyama bergaris saat bekerja. Bruno mengira
bahwa kamp tersebut adalah sebuah peternakan, dan pagar bertegangan listrik
tersebut digunakan untuk mencegah hewan keluar dari peternakan tersebut. Bruno
yang tidak tau bahwa ayahnya adalah seorang komandan Nazi yang bertanggung
jawab atas kamp tersebut dan Shmuel adalah seorang tawanan Yahudi, memulai
persahabatannya dengan Shmuel.
Hari-hari berikutnya, setelah seorang tutor yang
disewa ayahnya mempropagandanya tentang nazi, dan peristiwa saat ayahnya
membiarkan seorang ajudannya memukuli seorang pelayan Yahudi yang ada di
rumahnya terjadi, Bruno mulai merasa bingung. Apakah benar semua orang Yahudi
adalah orang yang jahat? Apakah ia dan Shmuel tidak boleh bersahabat? Apakah
ayahnya adalah orang yang baik?
Pict from Quotesgram |
Walaupun tidak pernah menyebutkan lokasi, beberapa orang (terutama
orang-orang yang telah membaca novel The Boy in the Striped Pajamas sebelumnya)
menerka bahwa kamp yang digambarkan dalam film ini adalah kamp konsentrasi
Auschwitz, yang benar-benar ada di kota Oswiecim di Polandia.
Semboyan yang ada di depan gerbang utama kamp Auschwitz, “Arbeit Macht Frei” yang berarti “kerja dapat membebaskan”. Pict from DW |
Kamp Auschwitz yang dibangun tahun 1940 merupakan kompleks
tahanan kerja paksa dan pemusnahan etnis yang memiliki 6 kamar gas dan 4
krematorium. Kamp ini dulu dihuni oleh intelektual dari Polandia, tahanan
perang dari Uni Sovyet, kaum Yahudi dari seluruh Eropa, kaum homoseksual, para
penentang rezim nazi, serta kaum Gypsy atau Sinti dan Roma yang oleh rezim Nazi
dinilai sebagai bangsa berkasta rendah. Sebagian besar dari tawanan penghuni
kamp wafat karena disiksa dan dimasukkan ke kamar gas. Ada juga beberapa dari
mereka yang wafat karena sakit, kurang makan, atau terinjak-injak saat dibawa
ke kamp tersebut. Para tahanan yang wafat ditumpuk dan dikremasi. Bahkan para
beberapa orang tahanan yang masih hidup saat itu tidak memiliki pilihan selain
membantu “membereskan” tubuh-tubuh tawanan yang telah wafat.
Menurut saya, film ini sukses menampilkan setting sebuah
sejarah yang kelam dengan penggambaran yang konsisten dan berkelas, benar-benar
menyuguhkan cerita dari sudut pandang anak-anak dan tidak menampilkan adegan
kekerasan secara langsung (well, walaupun ada beberapa adegan pembentakan, tapi
menurut saya itu perlu untuk sedikit menampakkan pembedaan kasta yang ada pada
masa itu). Selain itu, film ini juga sukses membuat penontonnya yang belum tau
tentang sejarah nazi terdorong untuk mencari tau tentang sejarah setting ini
:D. Karena film ini menggunakan perspektif anak kecil, tanpa mengetahui
sejarah, penontonnya akan dibuat sedikit bingung dengan beberapa adegan di
dalam film.
Jadi bila kalian tertarik ingin menontonnya, saya sarankan
untuk membaca sedikit sejarah tentang holocaust di sini. Karena tema yang
diangkat sedikit berat, menurut saya lebih baik menontonnya saat sore hari,
tidak di pagi hari yang cerah dan ceria :P.
Selain itu perlu diperhatikan, bahwa film ini memiliki
rating PG-13 (untuk yang belum mengerti sistem rating di AS oleh MPAA bisa
baca-baca di sini).
Rating PG-13 adalah peringatan tegas dari dewan penilaian MPAA kepada para
orang tua untuk menentukan apakah anak-anak mereka yang berumur di bawah 13
tahun boleh menonton film tersebut atau tidak, karena beberapa konten di film
tersebut mungkin tidak baik untuk mereka. Mungkin Film The Boy in the Striped
Pajamas tidak menampilkan kekerasan secara langsung,namun ada beberapa adegan
seseorang yang berteriak dengan keras dan tidak sopan, serta ada adegan yang
secara tersirat menggambarkan sebuah pemukulan. Belum lagi tema holocaust
yang ada di film ini. Mungkin ada beberapa anak di bawah 13 tahun yang tidak
paham, tapi kemungkinan besar mereka akan bertanya dan sulit bagi orang tua
untuk menjelaskan hal yang kejam tersebut. Jadi ya lebih baik tunggu sampai
kalian berumur lebih dari 13 tahun dan awasi sekeliling kalian apakah ada orang
yang berumur di bawah 13 tahun ikut menonton film tersebut atau tidak ^^.
Untuk teman-teman yang pernah atau sedang atau tertarik
dengan mata kuliah apresiasi film, The Boy in the Striped Pajamas menurut saya
adalah sebuah film yang sangat menarik untuk diapresiasi.
Apresiasi film, apa itu?
Apresiasi film adalah sebuah kegiatan menganalisa sebuah
film dalam rangka memberikan penghargaan atau menghargai (apreciate)
film tersebut. Untuk pembahasan lebih jelasnya bisa cak blog salah satu dosen
cantik jurusan saya di sini ;).
Ketika mengapresiasi kita dituntut
untuk minimal menonton dua kali, karena tiap kali menonton kita akan mendapatkan
pengalaman yang berbeda. Setelah membaca sekilas setting sejarah yang digunakan,
menonton untuk menikmati film, dan menonton lagi untuk mencermati film, kalian
akan menemukan nilai-nilai baru yang menarik.
Dari membaca, kita jadi tau mengapa
Ralf marah dengan Kotler (ajudan Ralf) saat makan malam bersama. Ternyata pada
zaman itu, beberapa orang Jerman yang menolak rezim nazi memilih untuk
beremigrasi ke negara-negara lain yang netral dan tidak terlibat perang. Salah
satu negara tujuan beberapa orang pada saat itu adalah Switzerland alias Swiss.
Dan ceritanya, ayah Kotler memang tidak pro terhadap Nazi dan memilih beremigrasi
ke Swiss. Saat itu Ralf marah dan menuduh Kotler menolak untuk berkontribusi pada
kebangkitan bangsanya kembali, karena tidak melaporkan ayahnya yang beremigrasi
ke Swiss.
Dari kegiatan apresiasi film, kita
bisa menyayangkan hujan yang ditampilkan pada bagian akhir film tampak tidak
natural atau real. Tapi dari apresiasi film kita juga bisa menghargai betapa
elegannya adegan-adegan lain yang diciptakan oleh sang penulis dan sutradara.
Seperti saat menggambarkan adegan pemukulan Pavel (seorang pelayan Yahudi di
rumah Ralf) oleh Kotler dengan “elegan”. Adegan pemukulan tidak ditampakkan
secara langsung, lalu beberapa saat kemudian ditampilkan Maria (pelayan di
rumah Ralf) sedang membersihkan lantai tempat Pavel dipukuli sebelumnya, untuk
menggambarkan bahwa pavel dipukuli hingga berdarah-darah.
Selain itu mereka juga tidak
menampakkan adegan “ngobrol tentang apa yang terjadi pada tikus yang mencuri”
antara Shmuel dan Kotler. Mereka hanya menampakkan Shmuel yang tidak tampak
selama beberapa hari berikutnya, dan menampakkan luka pada mata kanannya saat
akhirnya Bruno dapat bertemu Shmuel kembali.
Pada film ini, kita diajak melihat
sekeping potongan sejarah pada rezim Nazi yang kejam dari kacamata seorang
Bruno yang masih polos. Tidak ada adegan pemukulan yang tersorot. Tidak ada
darah yang menggenang. Tidak ada mayat yang menggunung. Bahkan saat adegan holocaust
di kamar gas, film ini menggambarkannya tanpa teriakan ataupun sesuatu yang
mengerikan, namun cukup kuat untuk menyentuh hati nurani kita. Benar-benar film
yang keren untuk ditonton bukan? J
***********
The Boy in the Striped Pajamas
Rating : PG-13 (untuk beberapa materi bertema dewasa termasuk
holocaust)
Durasi : 94 menit
Release : 2008
Genre : Drama, perang
Sutradara: Mark Herman
Penulis : Mark Herman (screenplay), John Boyne (novel)
Pemeran :
- Asa Butterfield sebagai Bruno
- Vera Farmiga sebagai ibu (Elsa)
- David Thewlis sebagai ayah (Ralf)
- Amber Beattie sebagai kakak perempuan (Gretel)
- Jack Scanlon sebagai Shmuel
- Rupert Friend sebagai Lieutenant Kotler
- David Hayman sebagai Pavel
- Cara Horgan sebagai Maria
Rating : 6,2 dari 10 di Rotten
Tomatoes
7,8
dari 10 di Internet
Movie Database (IMDb)
Official Site: http://www.miramax.com/movie/the-boy-in-the-striped-pajamas/
PENGHARGAAN
British Independent Film Awards 2008
Won
British Independent Film Award |
Best Actress
Vera Farmiga |
Nominated
British Independent Film Award |
Most Promising Newcomer
Asa Butterfield |
Best Director
Mark Herman |
Chicago International Film
Festival 2008
Won
Audience Choice Award |
Tied with Slumdog Millionaire (2008).
|
CinEuphoria Awards 2010
Won
CinEuphoria |
Top Ten of the Year - International Competition
Mark Herman |
Best Film - Audience Award
Mark Herman |
|
Best Supporting Actress - Audience Award
Vera Farmiga |
|
Top Ten of the Year - Audience Award
Mark Herman |
German Dubbing Awards 2010
Won
German Dubbing Award |
Outstanding Newcomer Performance
Lukas Schust For Slumdog Millionaire
For dubbing Dev Patel as Jamal K. Malik and Asa
Butterfield as Bruno.
|
Goya Awards 2009
Nominated
Goya |
Best European Film (Mejor Película Europea)
Mark Herman |
International Film Music Critics
Award (IFMCA) 2008
Nominated
IFMCA Award |
Best Original Score for a Drama Film
James Horner |
Irish Film and Television Awards 2009
Nominated
IFTA Award |
Best International Film
|
London Critics Circle Film Awards 2008
Nominated
Young British Performer of the Year |
Young Artist Awards 2009
Nominated
Young Artist Award |
Best Performance in an International Feature Film
- Leading Young Performers
Asa Butterfield Jack Scanlon |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar